Selasa, 06 Maret 2012

Iseng iseng lagi part 2 :p :D


Hello ^^
Kitaa ketemu lagi ^^ *hugkisspoke :D *hueh !! -_-
Haha :D *adaoranggilalemparinsepatusanah :D

Well , aku lagi pengen ngeposin cerpen ku yang lainnya .. ceritanya tentang *baca aja sendiri biar kalian penasaran , mehhuehuehue:D* *ketawa setan ..
Okedah , ini dia .. :D

*jeng jeng jeng (yang kedua kalinya :D :p) .. hope you like this .. ^^

Harapan Kecil Si Ian
            “Aku suka melihat awan, apalagi langitnya juga lagi cerah”, kata Andi Ian Kusuma dengan gembira.
            Elli Hapsari yang tiduran disamping Ian pun menoleh kearahnya. Ia menatap wajah Ian yang terlihat bahagia memandang langit yang berada di atas mereka. Cerah sekali hari itu. Mereka berada dalam bukit yang hijau dan sepi. Namun pemandangan disana sungguh luar biasa. Tidak banyak orang yang mengetahui tempat itu. Karenanya, Ian dan Elli menggunakan tempat tersebut sebagai tempat persembunyian mereka.
            “Aku juga”, Elli akhirnya menjawab dengan tersenyum dan kembali memandang langit di atasnya.
            Ian mendesah, kemudian tertawa.

            “Kau tahu, andai aku bisa terbang, aku ingin sekali terbang di langit itu. Aku ingin melepaskan semua penat yang kurasakan, semua beban yang ada, aku ingin merasa bebas seperti burung. Andai saja aku jadi burung. Aku pasti bahagia sekali.”
            “Belum tentu”, Elli menyahut. “Semua yang ada pada dirimu, adalah yang terbaik untukmu. Tuhan tahu yang terbaik untuk hamba-Nya.”
            Ian terpana. Ia segera bangun dari posisi tidurnya dan menatap Elli dalam-dalam.
            “Kamu tahu, El, hal paling bahagia yang kurasakan saat ini yaitu punya sahabat seperti kamu. Kamu orang yang bijaksana”. Ian tersenyum tulus kepada Elli. Elli membalas senyuman sahabat kecilnya itu, ia pun ikut bangun dan duduk sejajar dengan Ian.
Mereka berdua memandang pemandangan dihadapan mereka. Angin menerpa wajah mereka berdua. Rasanya damai. Mereka menikmatinya. Seakan semua beban yang ada dalam pikiran mereka, entah itu masalah di sekolah maupun masalah di keluarga, hilang sejenak. Ian sangat menikmati keadaan seperti ini. Ia mampu lari sejenak dari semua masalah yang ada di hidupnya sekarang. Apalagi Elli sahabatnya, yang menemaninya. Ian merasa mendapatkan semangat untuk menghadapi hidup kembali.
            Tiba-tiba nada dering ponsel Elli berbunyi. Elli dan Ian terkesiap. Elli segera merogoh tas yang berada didekatnya.
            “Sudah pukul lima sore nih. Kita tidak pulang kah ? Dari pulang sekolah kita sudah ada disini”. Elli melihat jam di ponselnya dan menyadari bahwa ibunya sudah berusaha menghubunginya dari tadi, berarti Ibu Elli sudah menunggu Elli pulang sekolah dari tadi.
            “Baiklah ! Padahal sebentar lagi kita bisa lihat sunset lho”, Ian tertawa menggoda Elli dan mengenakan jaket hitamnya. “Aku akan mengantarmu pulang. Maaf sudah bikin ibu kamu menunggu”.
            “Tidak apa-apa”, Elli tersenyum. “Lagian kapan lagi kita sempat jalan-jalan seperti ini. Wong beberapa bulan ini saja kita sudah sangat sibuk dan jarang bertemu, sekali-kali kita memang harus menghabiskan waktu untuk datang kesini”, Elli berkata sambil tersenyum mengingat kejadian-kejadian yang pernah mereka lakukan ditempat itu saat mereka kecil. Ian pun demikian. Lalu mereka tertawa bersama mengingat kejadian dulu.
            “Oke..”,Ian berkata mantap. “Ayo pulang, nanti keburu malam”.
            Elli menurut dan menaiki motor Ian untuk segera pulang.
*********
            Ian meletakkan motornya di garasi rumahnya. Sore tadi ia merasa sangat bahagia, namun tidak sekarang. Ian agak ragu untuk memasuki rumah itu, namun kakinya saja tetap melangkah.
            Terdengar suara agak ribut didalam. Ian terus melangkah menuju ke pintu. Ia sudah bisa menduga apa yang terjadi di dalam sana. Saat ia akan membuka pintu, tiba-tiba pintu terbuka dari sisi yang lain. Ian kaget dan mundur selangkah.
            Ayahnya, lebih tepatnya ayah tirinya, keluar rumah dengan marah-marah sambil menyahuti suara yang berasal dari dalam rumah. Ayahnya melihat Ian sejenak dengan tatapan sinis, dan kemudian berjalan keluar rumah entah mau kemana.
            Pandangan Ian mengikuti ayahnya yang menjauh dari rumah sampai menghilang di belokan. Ian pasrah. Selalu seperti ini, batinnya. Ia memutuskan untuk masuk ke dalam rumah itu.
            “Ma aku pulang”, ucap Ian saat mendapati mamanya duduk di ruang tamu. Mamanya menatap Ian dengan murung dan hendak mengatakan sesuatu, namun langsung dipotong oleh Ian.”Aku langsung ke kamar”, kata Ian seakan tahu apa yang akan dikatakan oleh mamanya. Mama Ian mendesah dan murung kembali.
            Ian bergegas naik tangga menuju ke kamarnya. Tas sekolahnya dibanting dan seragam sekolahnya dilepas asal-asalan. Ia hanya ingin istirahat untuk hari ini, dan melupakan beban yang ada dipikirannya sekarang.
*********
            Keluarga Ian awalnya baik-baik saja. Namun segalanya berubah saat ayah Ian meninggal dua tahun silam. Ian yang dulu dikenal pandai dan periang, sejak saat itu ia mulai berubah. Setelah kejadian itu, Ian menjadi sedikit tertutup dan prestasi di sekolahnya merosot sedikit demi sedikit. Padahal, Ian memiliki potensi yang luar biasa. Ian jago matematika. Dulu matematika merupakan teman baik Ian.
            Akhirnya, saat masuk SMA, Ian bertemu dengan sahabat masa kecilnya dulu, Elli. Walaupun sejak umur 6 tahun mereka sudah tidak bertemu lagi, namun hubungan mereka masih baik sampai sekarang. Sangat baik malah. Hanya kepada Elli Ian sering mencurahkan semua masalah-masalahnya. Hanya Elli sahabat Ian yang paling mengerti akan dirinya. Terutama saat kedatangan ayah baru Ian. Kejadian itu berlangsung baru 2 bulan yang lalu.
            Kedatangan ayah Ian disambut dengan baik oleh Ian. Ian berharap, walaupun dengan ayah tiri, ia tidak terlalu memusingkan mamanya harus menghidupi dirinya sendirian. Ian juga berharap ayah baru Ian bisa menjadi kepala keluarga yang baik. Harapan Ian hanya ingin keadaan keluarganya menjadi lebih baik lagi.
            Namun Ian salah. Ayah tiri Ian sering bersikap dingin kepadanya. Bahkan cenderung cuek dengan tidak menganggap keberadaan Ian. Ian sendiri pun merasa tidak nyaman. Mama Ian adalah orang yang sibuk dan kurang bisa memerhatikan keadaan Ian anaknya. Tak lama, mama Ian akhirnya mengetahui bagaimana perilaku ayah Ian kepada anaknya. Mama Ian sering menegur ayah Ian, namun hal itu malah memperburuk keadaan. Menurut ayah Ian, mamanya terlalu memanjakan anaknya. Ayah Ian sungguhlah keras kepala. Oleh karena itu, keadaan keluarga Ian akhir-akhir ini menjadi tidak harmonis.
            Ian semakin stres mengetahui hal itu. Padahal baru sebentar sejak kedatangannya, mengapa keadaan menjadi tambah runyam?, pikir Ian dalam hati. Selama seminggu ini ia tidak bisa berkonsentrasi dengan sekolahnya. Elli memahami Ian dan sering menghiburnya. Ia banyak meluangkan waktu bersama Ian untuk menenangkan hati Ian. Ian juga mengerti, hanya Elli yang bisa Ian percaya saat ini.
            “Kau senang berada disini?”, Elli bertanya kepada Ian.
            Ian tersenyum. “Senang sekali”, jawab Ian bahagia sambil memandang pemandangan hijau dan langit biru di depannya. Tempat ini selalu menyimpan banyak cerita. Ia sangat merindukan tempat ini. Tempat ia menghabiskan masa kecilnya bersama sahabatnya dulu, sahabat yang paling setia dan paling memahami perasaannya.
            Bibir kecil Elli tersenyum mendengar jawaban Ian.
*********
                “Mereka akan bercerai”, Ian berkata mantap kepada Elli yang duduk dihadapannya. Mereka sedang berada di kantin sekolah. Walaupun suasana di kantin ini sangatlah ramai karena banyak siswa-siswi dimana-mana, namun hati kecil Ian merasa sangat sepi.
            Elli tersedak mendengar berita dari Ian yang datang tiba-tiba. Ia meletakkan gelas jus tomatnya di meja sambil sedikit terbatuk-batuk.
            Ian tidak menanggapi respon Elli. Ian sudah bisa menduga bagaimana reaksi Elli mendengar berita itu. Ian hanya melihat tanpa ekspresi sambil menyeret kursi untuk duduk berhadapan dengan Elli.
            Elli bingung. “Lalu?”, hanya itu yang bisa Elli ucapkan. Pikirannya menjadi blank.
            “Yah, mereka akan bercerai. Padahal pernikahan mereka barulah seumur jagung. Tapi mengapa rasanya tidak ada kecocokan sama sekali diantara mereka. Aku menjadi bingung”. Nada Ian menjadi pasrah.
            “Bukankah itu menjadikan keadaan menjadi lebih baik? Kau tahu bagaimana sikap ayahmu kepadamu? Mungkin kalau ia tidak ada, hidupmu akan normal kembali. Lihat penampilanmu akhir-akhir ini, kamu sering terlihat acak-acakan. Aku berani jamin, rambut jambulmu itu sudah tidak pernah kamu sisiri”. Elli turut prihatin dengan keadaan cowok tampan yang ada dihadapannya itu.
            “Sebenarnya, aku tidak tega dengan mamaku. Aku tidak tega kalau beliaulah yang harus kerja keras banting tulang kesana kemari untuk menghidupiku sendirian”. Ian memejamkan mata. Berharap tidak ada air mata yang akan keluar. Betapa ia sayang kepada mamanya, Ian benar-benar tidak tega melihat pengorbanan mamanya untuk dirinya.
            “Sudahlah, Yan. Mamamu tahu apa yang beliau lakukan”, ucap Elli bijaksana.
            Hening sejenak. Elli menunggu reaksi dari Ian.
            Ian membuka mata tiba-tiba. Elli terkejut melihat tatapan Ian yang berbeda dari biasanya. Tiba-tiba Ian berdiri dan meninjukan pukulannya ke tembok. Ian benar-benar frustasi. Elli miris melihatnya. Ian mengeram beberapa kali sambil menyandarkan dirinya ke tembok. Untunglah perbuatan Ian tidak terlalu menarik perhatian di tempat ramai itu.
            “Kamu tidak mengerti..”, kata Ian sambil menatap langit-langit dan berulang kali mengusap wajahnya. “Aku benar-benar tidak tahan..”, ada amarah terselip dalam nada bicara Ian. Ian meremas rambutnya, lalu mendadak pergi dari tempat itu.
            “Yan?”, Elli khawatir dengan Ian dan akan mengejar Ian. Namun terlambat. Ian sudah lenyap dari pandangan.
*********
            Tempat itu menyeramkan. Orang yang lewat di depan rumah itu pasti menganggap kalau rumah itu kosong dan angker. Namun, disana ada kehidupan. Ada kehidupan kecil yang orang lain tidak memperhatikannya. Namun, pemuda ini mengetahui apa yang tersimpan dibalik rumah itu.
            Ian menyandarkan motornya tepat di depan rumah itu. Jalanan sudah terlihat sepi, pertanda semua orang sudah tertidur. Ian melepas helm dan memakai penutup jaketnya agar tidak ada seorangpun yang bisa mengenalinya. Tentu saja orang tidak ada yang mengenalinya. Jaket hitamnya seakan berirama dengan warna langit malam itu. Tak terlihat satupun bintang bertengger di langit gelap yang maha luas itu.
            Ian mengetuk pintu rumah itu. Seseorang membuka, dan memasang senyum lebar saat mengetahui siapa yang berada di hadapannya sekarang.
            “Hey bro! Tumben lu dateng kesini. Ada apa?”, kata anak itu, Andre, teman satu sekolah Ian. “Muke lu kusut bro! Lu ada masalah?”, tebak Andre seakan tahu apa yang terjadi pada hidup Ian.
            “Yah”, jawab Ian singkat.
            “Tenang bro! Gue tahu obatnya”, Andre terus tersenyum lebar sambil mempersilahkan Ian masuk.
            Andre adalah salah satu teman Ian diantara banyak teman Ian yang lain. Andre adalah anak paling nakal di sekolah. Dari dulu, Ian tidak pernah menyukai Andre. Lalu, mengapa sekarang Ian sengaja datang untuk menemui Andre? Apa yang terjadi dengan Ian?
*********
            Pukul 00.00. Elli masih belum bisa tertidur. Padahal ini sudah tengah malam. Elli masih bimbang memikirkan Ian. Ia khawatir akan kondisi Ian. Bagaimana kalau Ian sampai melakukan hal yang macam-macam?, pikiran seperti itu yang mengganggu Elli dari tadi.
            Klotak !! Klotak !!
            Sesuatu mengenai kaca jendela kamar Elli. Elli kaget, ia menjadi ketakutan. Ada sesuatu diluar sana. Jangan-jangan maling, pikir Elli curiga.
            Klotak !!
Bunyi itu terdengar untuk yang ketiga kalinya. Elli memutuskan untuk melihat keadaan. Ia melepas selimutnya dan mengikat rambut panjangnya dengan sedikit asal-asalan, lalu berjalan menuju jendela. Ia menyibakkan tirai jendelanya dan melihat ada sesosok bayangan di depan sana.
            “Siapa itu? Sepertinya familiar”, Elli menyipitkan mata sipitnya.
            Bayangan diluar sana tersenyum lebar dan melambaikan tangan karena mengetahui bahwa Elli menyadari keberadaannya. Astaga Ian!, batin Elli dalam hati saat mengetahui sosok itu. Ia membuka jendelanya dan melihat Ian duduk di atas pohon yang dekat dengan balkon kamarnya.
            Ian turun dan menuju ke balkon kamar Elli. Elli menghampiri Ian yang senyam-senyum dan menyadari ada yang aneh dengan Ian.
            “Ya Allah Ian, kamu mabuk?”, kata Elli kaget.
            “Aku gak mabuk kok, El”, kata Ian sambil tersenyum lebar dan berjalan sedikit terhuyung-huyung. Terlihat jelas bahwa ia sedang mabuk.
            Ian tertawa-tawa sendiri. Elli menjadi khawatir, sangat khawatir. Sepanjang Elli mengenal Ian, ia tidak pernah melihat Ian seperti ini. Ian sudah benar-benar frustasi.
            Tiba-tiba, tawa tidak jelas Ian terhenti. Elli terkejut dan melihat tubuh Ian tiba-tiba ambruk di depannya. Elli berteriak dan berusaha menangkap sahabatnya itu. Elli menangis. Ia menangis melihat apa yang terjadi dengan sahabatnya itu. Ia merangkul sahabatnya yang terbaring dan menangis meraung-raung.
            “Ian sahabat baikku, tegarlah kamu menghadapi cobaan ini. Hidupmu masih panjang dan harus terus berjalan. Aku ada disampingmu, Yan. Aku selalu ada untukmu, aku berjanji. Hanya berjanjilah padaku, kamu harus terus menyongsong masa depanmu dengan semangat, seperti semangatmu saat aku pertama mengenalmu. Aku berjanji akan selalu ada untukmu. Aku janji..”, ucap Elli lirih sambil menangis memeluk sahabatnya.
*********
            Ian membuka matanya. Ia menyadari kalau sepertinya ia berada di rumah sakit. Ia melihat Elli duduk disamping tempat tidurnya dan tersenyum melihat Ian sudah sadar.
            “Kamu sudah sadar?”, ucap Elli dengan nada dipaksa tersenyum. Mata Elli merah, terlihat jelas bahwa semalaman ia tidak tidur.
            “Aku kenapa El?”.
            “Semua itu gara-gara kamu habis mabuk kemarin lusa. Sudah 2 hari kamu tidak sadarkan diri. Kamu membuat semua orang khawatir. Mengapa kamu malam-malam tiba-tiba datang menemui Andre? Jelas-jelas aku tahu kamu tidak menyukainya”, omel Elli.
            “Aku..aku waktu itu tidak sadar apa yang harus aku lakukan, El. Aku benar-benar bimbang. Jadi kupikir, dengan aku menemui Andre itu aku bisa sedikit terbantu dari beban-beban masalahku”.
            “Ya sudah. Sekedar info saja. Hari ini mamamu mengurus surat perceraian dengan ayahmu. Ia mengusahakan selesai pada hari ini. Lalu, setelah kamu keluar dari rumah sakit, mamamu memutuskan untuk pindah keluar kota. Beliau ingin hidup bahagia walaupun hanya tinggal dengan kamu saja. Beliau juga berjanji bahwa setelah keadaan ini, hidupmu akan kembali normal seperti dulu lagi. Kamu tidak perlu memikirkan apa yang terjadi dengan keluargamu sekarang, pikirkan masa depanmu, Yan. Itu pesan mamamu tadi kepadaku sebelum berangkat”.
            Ian terdiam. Ia masih mencoba untuk mencerna kata-kata Elli.
            “Tapii...”
            “Kalaupun kamu pindah, aku akan terus memantau perkembanganmu”, potong Elli. “Kita akan tetap menjadi sahabat sampai ujung usia. Aku akan terus mengingatmu dan akan tetap menjadi sahabat dewasamu kelak, Yan. Kamu janganlah khawatir, dan jangan takut. Percayalah..”.
            “Ell?”, ucap Ian dengan nada serak.
            “Ya?”
            “Aku sadar, dan aku percaya padamu”, Ian tersenyum. Elli kaget, namun ia ikut tersenyum pula.
            “Istirahatlah dulu. Dua hari lagi kamu baru boleh pulang”, ucap Elli dan menutup perbincangan mereka pada hari itu. Mereka berdua tertawa.
            Kebahagiaan Ian adalah yang terpenting El, kamu harus merelakan kepergiannya, batin Elli tulus saat melihat tawa manis Ian.
*********
            Malam itu, Ian masih belum bisa tidur. Ia masih kurang nyaman tidur di rumah sakit. Ia jadi bingung kenapa kemarin ia bisa betah tidur selama dua hari di rumah sakit ini.
Ian hanya memandang kosong dalam kegelapan ruangan itu. Ia sendirian disitu, ia bilang kepada mamanya bahwa ia akan baik-baik saja walaupun sendirian. Ian tahu mamanya sangat sibuk hari ini. Sedangkan Elli, esoknya harus bersekolah. Ian tidak apa-apa walaupun harus sendirian.
            Tiba-tiba, ganggang pintu kamar itu berputar. Ian sedikit tersentak dan membenarkan posisi tidurnya menjadi duduk. Akibatnya, kepalanya menjadi pusing sekali. Pintu itu terbuka dan keluarlah sosok yang membuat dada Ian tercekat. Untuk apa ia datang kesini?, batin Ian. Sosok itu masuk kedalam ruangan itu dan mendapati Ian sedang ketakutan. Dengan tanpa ekspresi, sosok itu mendekati Ian. Terus dekat dan terus mendekat. Siluet wajah itu terlihat jelas dimata Ian, semakin dekat dan berada tepat di depan Ian. Sosok itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan memberikannya kepada Ian. Sepucuk surat ternyata. Tanpa berkata apa-apa, sosok itu pun pergi dan menutup pintu meninggalkan Ian yang tengah menimbang-nimbang sepucuk surat yang baru saja diterimanya.
*********
            Semua persiapan sudah beres. Ian dan mamanya sudah hampir berangkat untuk pindah keluar kota. Elli sudah ada dirumah Ian untuk membantu membereskan barang-barang Ian. Semua sudah beres. Hanya tinggal Ian dan mamanya yang akan berangkat.
            “Elli, terima kasih ya kamu sudah banyak membantu Ian”, ucap mamanya Ian kepada Elli sambil tersenyum.
            “Iya tante, tidak apa-apa. Ian sudah seperti saudara Elli sendiri”.
            “Kamu anak yang baik, El. Tante bangga sama kamu. Titip salam untuk ibumu ya. Maaf tante tidak sempat mampir”.
            “Iya, tante. Tidak apa-apa”.
            Mama Ian tersenyum dan mengelus lembut rambut Elli. Lalu berjalan menuju ke mobil.
            “Akhirnya beres juga”, Ian tiba-tiba berada di samping Elli dengan napas terengah-engah. Elli memandang Ian yang tengah tersenyum kearahnya sambil mata disipitkan sebelah.
            “Aku akan merindukanmu, El”, nada bicara Ian menjadi serius.
            Elli kaget mendengar perkataan Ian yang tiba-tiba. Ia menoleh kepada Ian.
            “Berjanjilah padaku, kita akan menjadi sahabat sepanjang usia kita”, Ian mengeluarkan kelingkingnya.
            Elli memandang Ian dengan penuh arti. Lalu ia tersenyum, dan menautkan jari kelingkingnya kepada jari kelingking Ian.
            Ian tersenyum dan berjalan menuju mobil. Ia sudah ditunggu mamanya di dalam mobil. Ian masuk ke dalam mobil dan melambaikan tangan kepada Elli sambil tersenyum. Elli membalas lambaian Ian dan pandangannya mengikuti arah mobil melaju hingga menghilang.
*********
            Beberapa bulan kemudian..
            Elli sedang menunggu datangnya tukang koran langganannya sambil menghirup teh hangat yang baru saja dibuatnya. Pagi ini Elli libur karena telah melaksanakan Ujian Akhir Semester Genap. Rapor sudah diterima dan hasilnya pun sangat memuaskan.
            Setelah beberapa lama, koran akhirnya berada di tangan Elli. Ia senang sekali mengikuti perkembangan dunia politik di negara ini. Ketika ia berniat untuk membaca mengenai berita politik, ia melihat foto seorang cowok tampan di halaman awal koran tersebut. Wajah itu sangat dikenalnya.
            Elli tersenyum sendiri melihat judul artikel yang memuat tentang foto itu. Ia yakin bahwa bocah ini pasti bisa berhasil menggapai impian kecilnya dulu. Bocah yang gemar dengan pelajaran matematika. Yang pernah bercerita kepada Elli bahwa ia ingin memenangkan suatu perlombaan yang berhubungan dengan matematika. Bocah yang pernah tersesat dalam menentukan arah hidupnya. Namun bocah ini bisa bangkit dari keterpurukan yang pernah melanda dirinya. Elli yakin bahwa ini semua adalah hasil dari perjuangan bocah itu selama ini. Bocah yang amat menyayangi mamanya dan ingin melakukan sesuatu untuk membuat mamanya bangga. Dan ia bisa membuktikannya sekarang. Ia bisa membanggakan mamanya. Tidak hanya mamanya, namun juga nama Indonesia. Siapa lagi kalau bukan bocah dengan rambut jambulnya dan sangat menyukai awan ini, Ian, sahabat Elli.
*********
            Malam itu, Ian merasa tidak nyaman berada di rumah sakit sendirian. Namun ia berkata baik-baik saja kepada semua orang agar mereka tidak khawatir. Sosok yang menghampirinya malam itu, tak lain tak bukan adalah ayah tiri Ian, secara tak langsung memberi motivasi untuk diri Ian.
            Aku sadar. Hidupku bukan berada padamu. Aku tahu aku ayah yang buruk. Namun aku bersyukur itu tidak bertahan lama. Aku bisa melihat potensi yang ada padamu, Yan. Gapailah impianmu. Banggakan mamamu. Sudah begitu banyak pengorbanan yang dilakukan oleh mamamu. Buat dia menangis bahagia karena melihat prestasimu.
            Aku tidak berniat mengacaukan hidupmu. Walau, secara tidak langsung aku telah melakukannya. Aku hanya tidak menemukan jiwaku disini. Masalahnya bukan di kamu, tapi aku. Kehidupanmu akan sangat baik-baik saja tanpa campur tangan orang lain seperti aku. Kamu sudah dewasa, dan sudah menemukan jati dirimu. Gunakan hal tersebut untuk melakukan hal yang berarti bagimu maupun bagi orang-orang di sekitarmu, lakukanlah yang terbaik untuk hidupmu.
            Ian memandang sekeliling setelah membaca surat itu. Ia kembali ke posisi tidurnya dan memikirkan masa depannya dalam kamar rumah sakit yang gelap tersebut. Seakan ia menemukan kembali setitik cahaya dalam kegelapan hidupnya. Walau setitik, namun sangatlah berarti.
*********


Well , how do you think ? :D *lho?

1 komentar:

Rizky mengatakan...

harusnya judulnya "iseng-iseng the series"

Posting Komentar